Rabu, 18 Februari 2015

Peduliku Untukmu



Peduliku, Untukmu
          Aku melihat bayangan dari sisi celah yang saat ini aku amati. Yess! Tertangkap!. Aku melihatnya, benar-benar melihatnya. Suara itu begitu terdengar jelas ditelingaku, langkah kaki itu tak asing lagi bagiku, dan wajah itu,,, sudah melekat di mataku. Semuanya terasa sempurna saat ini.
          Oh God!! Aku lupa! Hari ini Valentine’s Day?. Apa yang harus aku lakukan? Diam, bertindak atau.. hanya bertindak tapi terlihat diam?. Ahh entahlah aku tidak tau apa yang kini aku bicarakan. Semua sibuk dengan dunianya masing-masing. Saling berebut coklat, bingung memilih coklat yang mana untuk pasangan, sampai-sampai kelas ini rasanya kini sudah berganti fungsi menjadi pasar coklat. Suasana keributan sungguh terasa di kelas ini. ahh panasss panasss!!.
          Kenapa mereka bisa bersenang-senang diatas penderitaan orang lain??. Lantas aku? Bagaimana denganku?. Ahh shit!. Mentalku terlalu krupuk banget. Aku mengotak-atik bukuku, mencoba fokus pada pelajaran fisika, mencari jawaban dari ribuan rumus yang ada. Satu kata untuk moment ini ‘gak konsen’.
          Semua berteriak, saling berkomentar satu sama lain “ehh beliin hadiah apa buat si dia?”, “aduhh dia suka gak yahh sama hadiah dari aku?”. Oh God! Aku yakin mereka saat ini lupa dengan semua ciptaanmu dan hanya memikirkan ciptaan yang sudah membuat mereka gila untuk saat ini ‘coklat’. Ana menghampiriku, terlihat dari kejauhan ia tersenyum lebar sambil terus melangkah mendekatiku. “hallo hallo,, eitss bengong aja, Valentine kok biasa aja nih?”. Sudah kuduga pertanyaan itu lambat laun akan muncul. Awkward!! “ahh lo, gue gak mikirin yang begituan gak ada istimewanya, coklat bisa dibeli kapan aja, toh harganya cuma Rp 6.000 doang. Makan untuk diri sendiri lebih nikmat”. Balasku yang seakan-akan kurang peduli dengan harga coklat yang mungkin untuk saat ini sudah naik, atau lagi diskon besar-besarn beli dua gratis satu yahh dimana lagi kalau bukan di Indomaret (ahh promosi).
          “ahh lo bilang gitu karena gak ada yang ngasi coklat ke elo kan? Atau… “ Ana berhenti sejenak sambil berfikir ulang. Hanya dalam 5 detik ia kembali melanjutkan ocehannya itu “elo lagi bingung ngasi dia apa??”. Oh No… aku ketahuan. Semudah itukah pikiranku bisa dibaca orang? Ataukah memang aku yang bodoh dalam hal menyembunyikan sesuatu?. “aa,, apa sih? Sok tau deh lagipula siapa yang harus gue kasi hadiah? Anjing gue si Miko? Atau kucing tetangga terus gue selfie bareng isi tulisan makasih coklatnya kucing, gila gue!” balasku dengan nada sedikit gugup namun tetap berwibawa hihihi.
          “bukan hewan maksud gue,lo lama-lama jadi penjaga suakamargasatwa aja sekalian” aku langsung menatap Ana dengan tajam dan ia langsung mengerti dengan tatapanku dan menghentikan perkataannya. Namun hanya 6 detik berlalu ia kembali mengoceh “Tuh si Jenius atau apalah,, lo gak mau ngasi dia hadiah? Lo Cuma diem gini aja? Cuma lewat DUDU itu aja? Ayolah Rima tunjukin perhatian elo, tunjukin bahwa elo beneran serius”. Dalam hati akupun berkata (yang punya perasaan siapa yang ngebet siapa). Aku menarik hembuskan nafasku berulang-ulang. Hufhh hufhhh. “gue malu”. Jawabku singkat. “ini jaman apa sihh? Masih aja malu-maluan, tuh malu sama kucing hehe”. Di saat seperti ini leluconnya Ana lumayan juga. Lumayan buat aku buang dia ke laut eh Antartika aja deh biar bergaul sama penguin-pinguin, anjing laut, sama beruang kutub terus membuat sekutu. Pikiranku mulai kacau!.
          Hari yang melelahkan bagiku hari ini, mendengar omelan dari guru fisika, sakit hati sendiri temen-temen happy-happy, lah aku malah nyepi-nyepi. Semua sibuk dengan coklat dan bunga, aku sibuk dengan fisika. Memang nasib jomblo eitss aku  single. Single lebih terlihat keren daripada jomblo yah setidaknya aku merasa bangga walau hanya sedikit.
          Aku menuju parkiran bersama Ana, Revan, Andy,Ica,Marko,dan Vien. Kami berjalan bersama menuju parkiran. Sekilas memang terlihat seperti anak geng yang siap taruhan terus bawa batu dan obor. Serem banget kan??. Tapi tenang kita semua cinta damai kok. Hidup damai!! Yah aku damai karena Valentine akan segera berakhir wahaha.
          Aku sudah stand by dengan helmku, siap naik ke motor, boncengan bersama Ana. Tapi.. di saat itu. Awkward!!. He’s coming. Oh Tuhan aku harus bagaimana sekarang? Paling muka? Pergi tanpa pamit langsung lari, jongkok, diem aja ahh serba salahhhh!!. Teman-temanku sudah heboh sendiri semua meneriakiku seakan aku aktris Hollywood, waoww keren seandainya itu benar. Ahh lupakan tentang Hollywood  ini lebih penting. Aku harus bagaimana? Dia sudah dekat terus mendekat dan…. “Eitss Dwika ni Rima Rima” sambil menunjuk tepat kearahku Revan berkata tanpa ragu, lanjut semua temanku kini ikut berkata hal serupa. Oh Man What The Hell?. Aku hanya bisa terdiam sambil berkata dalam hatiku ‘aku mohon jangan berkata apapun dan pergi aku tidak ingin jantungku keluar saat ini’. “Dia balik badan aku gak bisa lihat” oh God,,perkataan itu sudah membuatku hampir meleleh sumpah suaranya cool abis. Tidak sampai disitu penderitaanku hari ini, teman-temanku memberitau DUDU yang aku buat untuknya. Ahh siall ingin rasanya saat ini ku potong mereka menjadi dua bagian. Ia hanya tersenyum sambil berpamitan untuk pergi ke markas PMR. Orang PMR keren-keren yah? Hihi yah karena ada dia ciahh. Aku masih merasa malu sekaligus kesal dengan teman-temanku. Mereka itu teman atau apa sih? Mempermalukanku seperti itu. “biar ada perkembangan Rim” ucap Ana sambil tertawa. Ahh tau dah entah nanti dia akan membaca DUDUku atau tidak, sekarang aku sudah pasrah. Tepuk pasrah… eku lupa tepuk pasrah seperti apa yang jelas aku sudah pasrah saja dengan keadaan ini.
           Dua hari kemudian….
          Awal yang baik untuk hari ini, semua berjalan lancar, belakangan ini aku merasa senang mengikuti upacara. Bukan,,bukan karena jiwa 45ku melainku jiwa cintaku sedang berkembang asekkk. Aku bisa melihatnya berdiri tegap dan sigap. Walaupun hanya melihat sekilas itu sudah membuat hatiku merasa senang.
          Namun,, hari ini berbeda. Aku tak melihatnya! Bagaimanapun jelinya mataku mencari tetap aku tidak menemukannya. Dimana dia? Dimana?. Hatiku langsung layu, jiwaku ikut hanyut bersamanya (puitisss puitiss).
          Kembali ke kelas dan meratapi nasib tidak melihatnya. Saat itu pula Dedi datang sambil memberikanku kabar buruk. “Rim, Dwika sakit makanya dia gak sekolah”. Dia bisa sakit juga yah? Eh eh dia pasti kecapean deh. Aku bisa merasakannya, jika aku jadi dia pasti juga kelelahan. Aku bisa melihat itu dua hari yang lalu. Matanya tidak secerah biasanya, ia terlihat lesu. Aku langsung kaget, khawatir, bingung semua bercampur menjadi satu.
          Apa yang harus aku lakukan sekarang?. Semuanya terasa berat dan galauu galauu galauuuuuuuuu. Biar lebih dramatis aku buat ‘u’nya’ panjang
          Clingg!! Ide muncul seketika.
          Aku membelikannya coklat. Yah walaupun tidak seberapa namun aku tulus memberikannya. Aku hanya berharap dengan hadiah ini, ia bisa lebih mendingan dan merasa bahwa masih ada yang peduli padanya. Aku peduli padanya.
          Ku titipkan coklat itu pada Anji, sebagai teman yang dekat dengannya sekaligus dekat denganku juga, ku percayakan Anji untuk menitipkan rasa peduliku untuknya. Dalam coklat itu aku menulis beberapa kata yang mungkin tak indah, tak puitis, tak so sweet, tak romantic, namun dari kata itu terselip perhatian yang tulus. Dariku untuknya, perhatian yang akan selalu mendukungnya dari belakang, memberikan semangat untuknya, dan selalu mengamatinya secara diam-diam. Mungkin aku memang pengecut, mungkin aku tak tau diri karena sudah bertingkah seperti ini. tapi,, inilah caraku, caraku untuk menunjukkan kasih sayangku. Caraku untuk bilang padanya bahwa “aku peduli”.

          “Jika pada akhirnya aku hanyalah selembar kertas yang mudah lenyap ditiup  angin, tak akan masalah bagiku. Jika memang aku hanyalah daun kering yang gugur dan disapu orang, tak masalah juga bagiku. Asalkan,, ia sempat menggunakan kertas itu, ia sempat memungut daun itu,,, aku sudah merasa bahagia. Hanya dengan melihatnya tersenyum, dan selalu baik-baik saja. Perasaan dalam hatiku ini sudah bermekaran. Mungkin aku tak terlihat, aku hanya diam dibelakang. Namun, akulah yang akan selalu di depan ketika dirinya dalam kesusahan”.
          

Ni Putu Risma Giri Dewani
         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar