Peduliku,
Untukmu
Aku
melihat bayangan dari sisi celah yang saat ini aku amati. Yess! Tertangkap!.
Aku melihatnya, benar-benar melihatnya. Suara itu begitu terdengar jelas
ditelingaku, langkah kaki itu tak asing lagi bagiku, dan wajah itu,,, sudah
melekat di mataku. Semuanya terasa sempurna saat ini.
Oh God!!
Aku lupa! Hari ini Valentine’s Day?. Apa yang harus aku lakukan? Diam,
bertindak atau.. hanya bertindak tapi terlihat diam?. Ahh entahlah aku tidak
tau apa yang kini aku bicarakan. Semua sibuk dengan dunianya masing-masing.
Saling berebut coklat, bingung memilih coklat yang mana untuk pasangan,
sampai-sampai kelas ini rasanya kini sudah berganti fungsi menjadi pasar
coklat. Suasana keributan sungguh terasa di kelas ini. ahh panasss panasss!!.
Kenapa
mereka bisa bersenang-senang diatas penderitaan orang lain??. Lantas aku?
Bagaimana denganku?. Ahh shit!.
Mentalku terlalu krupuk banget. Aku mengotak-atik bukuku, mencoba fokus pada
pelajaran fisika, mencari jawaban dari ribuan rumus yang ada. Satu kata untuk
moment ini ‘gak konsen’.
Semua
berteriak, saling berkomentar satu sama lain “ehh beliin hadiah apa buat si
dia?”, “aduhh dia suka gak yahh sama hadiah dari aku?”. Oh God! Aku yakin
mereka saat ini lupa dengan semua ciptaanmu dan hanya memikirkan ciptaan yang
sudah membuat mereka gila untuk saat ini ‘coklat’. Ana menghampiriku, terlihat
dari kejauhan ia tersenyum lebar sambil terus melangkah mendekatiku. “hallo
hallo,, eitss bengong aja, Valentine kok biasa aja nih?”. Sudah kuduga pertanyaan
itu lambat laun akan muncul. Awkward!!
“ahh lo, gue gak mikirin yang begituan gak ada istimewanya, coklat bisa dibeli
kapan aja, toh harganya cuma Rp 6.000 doang. Makan untuk diri sendiri lebih
nikmat”. Balasku yang seakan-akan kurang peduli dengan harga coklat yang
mungkin untuk saat ini sudah naik, atau lagi diskon besar-besarn beli dua
gratis satu yahh dimana lagi kalau bukan di Indomaret (ahh promosi).
“ahh lo
bilang gitu karena gak ada yang ngasi coklat ke elo kan? Atau… “ Ana berhenti
sejenak sambil berfikir ulang. Hanya dalam 5 detik ia kembali melanjutkan
ocehannya itu “elo lagi bingung ngasi dia apa??”. Oh No… aku ketahuan. Semudah
itukah pikiranku bisa dibaca orang? Ataukah memang aku yang bodoh dalam hal
menyembunyikan sesuatu?. “aa,, apa sih? Sok tau deh lagipula siapa yang harus
gue kasi hadiah? Anjing gue si Miko? Atau kucing tetangga terus gue selfie
bareng isi tulisan makasih coklatnya kucing, gila gue!” balasku dengan nada
sedikit gugup namun tetap berwibawa hihihi.
“bukan
hewan maksud gue,lo lama-lama jadi penjaga suakamargasatwa aja sekalian” aku
langsung menatap Ana dengan tajam dan ia langsung mengerti dengan tatapanku dan
menghentikan perkataannya. Namun hanya 6 detik berlalu ia kembali mengoceh “Tuh
si Jenius atau apalah,, lo gak mau ngasi dia hadiah? Lo Cuma diem gini aja?
Cuma lewat DUDU itu aja? Ayolah Rima tunjukin perhatian elo, tunjukin bahwa elo
beneran serius”. Dalam hati akupun berkata (yang punya perasaan siapa yang
ngebet siapa). Aku menarik hembuskan nafasku berulang-ulang. Hufhh hufhhh. “gue
malu”. Jawabku singkat. “ini jaman apa sihh? Masih aja malu-maluan, tuh malu
sama kucing hehe”. Di saat seperti ini leluconnya Ana lumayan juga. Lumayan
buat aku buang dia ke laut eh Antartika aja deh biar bergaul sama penguin-pinguin,
anjing laut, sama beruang kutub terus membuat sekutu. Pikiranku mulai kacau!.
Hari yang
melelahkan bagiku hari ini, mendengar omelan dari guru fisika, sakit hati
sendiri temen-temen happy-happy, lah aku malah nyepi-nyepi. Semua sibuk dengan
coklat dan bunga, aku sibuk dengan fisika. Memang nasib jomblo eitss aku single. Single lebih terlihat keren daripada
jomblo yah setidaknya aku merasa bangga walau hanya sedikit.
Aku
menuju parkiran bersama Ana, Revan, Andy,Ica,Marko,dan Vien. Kami berjalan bersama
menuju parkiran. Sekilas memang terlihat seperti anak geng yang siap taruhan
terus bawa batu dan obor. Serem banget kan??. Tapi tenang kita semua cinta
damai kok. Hidup damai!! Yah aku damai karena Valentine akan segera berakhir
wahaha.
Aku sudah
stand by dengan helmku, siap naik ke motor, boncengan bersama Ana. Tapi.. di
saat itu. Awkward!!. He’s coming. Oh Tuhan aku harus
bagaimana sekarang? Paling muka? Pergi tanpa pamit langsung lari, jongkok, diem
aja ahh serba salahhhh!!. Teman-temanku sudah heboh sendiri semua meneriakiku
seakan aku aktris Hollywood, waoww
keren seandainya itu benar. Ahh lupakan tentang Hollywood ini lebih penting.
Aku harus bagaimana? Dia sudah dekat terus mendekat dan…. “Eitss Dwika ni Rima
Rima” sambil menunjuk tepat kearahku Revan berkata tanpa ragu, lanjut semua
temanku kini ikut berkata hal serupa. Oh
Man What The Hell?. Aku hanya bisa terdiam sambil berkata dalam hatiku ‘aku
mohon jangan berkata apapun dan pergi aku tidak ingin jantungku keluar saat
ini’. “Dia balik badan aku gak bisa lihat” oh God,,perkataan itu sudah membuatku hampir meleleh sumpah suaranya cool abis. Tidak sampai disitu
penderitaanku hari ini, teman-temanku memberitau DUDU yang aku buat untuknya.
Ahh siall ingin rasanya saat ini ku potong mereka menjadi dua bagian. Ia hanya
tersenyum sambil berpamitan untuk pergi ke markas PMR. Orang PMR keren-keren
yah? Hihi yah karena ada dia ciahh. Aku masih merasa malu sekaligus kesal
dengan teman-temanku. Mereka itu teman atau apa sih? Mempermalukanku seperti
itu. “biar ada perkembangan Rim” ucap Ana sambil tertawa. Ahh tau dah entah
nanti dia akan membaca DUDUku atau tidak, sekarang aku sudah pasrah. Tepuk
pasrah… eku lupa tepuk pasrah seperti apa yang jelas aku sudah pasrah saja
dengan keadaan ini.
Dua
hari kemudian….
Awal yang
baik untuk hari ini, semua berjalan lancar, belakangan ini aku merasa senang
mengikuti upacara. Bukan,,bukan karena jiwa 45ku melainku jiwa cintaku sedang
berkembang asekkk. Aku bisa melihatnya berdiri tegap dan sigap. Walaupun hanya
melihat sekilas itu sudah membuat hatiku merasa senang.
Namun,,
hari ini berbeda. Aku tak melihatnya! Bagaimanapun jelinya mataku mencari tetap
aku tidak menemukannya. Dimana dia? Dimana?. Hatiku langsung layu, jiwaku ikut
hanyut bersamanya (puitisss puitiss).
Kembali
ke kelas dan meratapi nasib tidak melihatnya. Saat itu pula Dedi datang sambil
memberikanku kabar buruk. “Rim, Dwika sakit makanya dia gak sekolah”. Dia bisa
sakit juga yah? Eh eh dia pasti kecapean deh. Aku bisa merasakannya, jika aku
jadi dia pasti juga kelelahan. Aku bisa melihat itu dua hari yang lalu. Matanya
tidak secerah biasanya, ia terlihat lesu. Aku langsung kaget, khawatir, bingung
semua bercampur menjadi satu.
Apa yang
harus aku lakukan sekarang?. Semuanya terasa berat dan galauu galauu
galauuuuuuuuu. Biar lebih dramatis aku buat ‘u’nya’ panjang
Clingg!!
Ide muncul seketika.
Aku
membelikannya coklat. Yah walaupun tidak seberapa namun aku tulus
memberikannya. Aku hanya berharap dengan hadiah ini, ia bisa lebih mendingan
dan merasa bahwa masih ada yang peduli padanya. Aku peduli padanya.
Ku
titipkan coklat itu pada Anji, sebagai teman yang dekat dengannya sekaligus
dekat denganku juga, ku percayakan Anji untuk menitipkan rasa peduliku
untuknya. Dalam coklat itu aku menulis beberapa kata yang mungkin tak indah,
tak puitis, tak so sweet, tak romantic, namun dari kata itu terselip perhatian
yang tulus. Dariku untuknya, perhatian yang akan selalu mendukungnya dari
belakang, memberikan semangat untuknya, dan selalu mengamatinya secara diam-diam.
Mungkin aku memang pengecut, mungkin aku tak tau diri karena sudah bertingkah
seperti ini. tapi,, inilah caraku, caraku untuk menunjukkan kasih sayangku.
Caraku untuk bilang padanya bahwa “aku peduli”.
“Jika
pada akhirnya aku hanyalah selembar kertas yang mudah lenyap ditiup angin, tak akan masalah bagiku. Jika memang
aku hanyalah daun kering yang gugur dan disapu orang, tak masalah juga bagiku.
Asalkan,, ia sempat menggunakan kertas itu, ia sempat memungut daun itu,,, aku
sudah merasa bahagia. Hanya dengan melihatnya tersenyum, dan selalu baik-baik
saja. Perasaan dalam hatiku ini sudah bermekaran. Mungkin aku tak terlihat, aku
hanya diam dibelakang. Namun, akulah yang akan selalu di depan ketika dirinya
dalam kesusahan”.
Ni Putu Risma Giri Dewani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar