Rabu, 18 Februari 2015

Kata Terakhir



Kata Terakhir
                                    ( aku hanya bisa merasakan, tanpa bisa memandang)
Aku hanya bisa terdiam, menatapi ruang hampa dan hanya penuh dengan tanah di sekelilingku. Tempatku berdiri, tepat didepan namanya, nama indah yang dianugrahkan tuhan. Dan kini hanya bisa aku baca melalui batu yang terukir indah. Di depanku saat ini, hanya tanah yang mengubur dirinya mengubur semua kenanganku bersamanya, masa-masa indah yang tak akan mungkin terulang lagi, semua tentang dirinya yang kini terhapuskan oleh debu dan terkubur dalam-dalam. Dan yang tersisa kini hanyalah aku, yang hanya bisa membayangkannya tanpa menyentuhnya. Hanya bisa merasakan dan terus tenggelam serta larut dalam kenangan manis kami.
            Hari minggu memang hari yang sangat pas dan baik untuk bermalas-malasan. Bangun siang, makan, mandi, kemudian menonton TV adalah kebiasaan yang tidak bisa lepas dari kehidupanku (sebenarnya sih kehidupan para remaja jaman ini, yahh walaupun tidak semua). Sehabis makan dan mandi, akupun membuka laptop dan mulai mengotak-atik Mr.Google yang 24jam setia memaniku. Klik! Buka Fb dan lihat apakah ada yang menarik ataukah ada sesuatu hal yang akan membuatku tertarik. Shoot!!! Ada chat. Aku membukanya… dan ternyata.. pesa dari Deva. Teman masa kecilku yang kini beda kota denganku. “Hai Reina, lama gak ada kabar?? Gimana kabar kamu sekarang?”. Aku secara antusias membalas pertanyaan itu “Hai Deva, lama banget kita gak komunikasi gini, aku baik-baik saja gimana dengan kamu disana? Dan keluargamu? Semoga sehat-sehat saja”. Hanya menunggu sekitar 5 menit, pesanu sudah dibalas kembali olehnya. “Baik banget malahan, hehe kamu makin cantik saja Na”.
            Waoww baru dua percakapan aku sudah dipuji, nge-fly banget aku hari ini. Áku hanya tersenyum-senyum sendiri sambil terus membalas chatnya. Kami bercakap cukup lama. Waktu memang tidak bisa berbohong. Tak terasa sudah 5 jam aku dengannya saling bercerita banyak hal. Entah apa yang kami ceritakan aku sudah lupa. Namun yang masih bisa aku ingat dan tangkap di dalam memoriku, percakapan yang kami lakukan sangat asyik. Ia bercerita tentang sekolahnya, kesehariannya dan bahkan kegiatannya kini. Akupun bercerita hal yang sama. Kami juga bercerita dan mencoba mengingat-ngingat masa kceil ketika kami masih sering bersama.
            Dimana aku sering mengerjainya, dan terkadang dialah yang membelaku disaat aku sedang lemah dan lengah. Aku sangat senang dengan semua cerita yang ia ceritakan, tidak ada yang membosankan. Kami saling nyambung satu sama lain. Saking serunya percakapan kami, sampai-sampai aku lupa kapan terakhir kali aku makan.
            Percakapan aku tunda untuk sementara sebab aku harus mandi, makan dan belajar. Tidak perlu waktu lama bagiku untuk menyelesaikan semua tugasku. Aku kembali mengecek Fbku. Yess ia mengechatku lagi. Entah kenapa perasaanku sangat bahagia.
            Dua minggu kemudian…….
            Kami semakin akrab satu sama lain, semua terasa tidak hambar lagi semenjak ia datang. Kami resmi menjadi sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara. Entah kapan perasaan itu datang dan muncul. Tau-tau saja, kami sudah saling jatuh cinta. Aku tidak tau apakah ini memang benar-benar cinta. Yang aku tau, aku nyaman bersamanya dan dia juga nyaman bersamaku. Ia selalu bisa membuat hatiku menjadi berbunga-bunga. Entah itu karena leluconnya ataukah rayuannya yang setiap hari selalu saja memilki versi baru. Aku ingat beberapa rayuan yang ia berikan. Mulai dari aku seperti bidadari, seperti bidadari, seperti bidadari dan seperti bidadari. Ia selalu mengatakan hal itu pada setiap rayuannya. Kata bidadari itu tak pernah lupa ia sampaikan dalam setiap ucapan manisnya itu.
            Sampai akhirnya pada suatu saat, aku ingin sekali bertemu dengannya begitu juga ia. Kami ingin mengobrol secara langsung, bercakap dan saling menatap satu sama lain. Melihat secara nyata wajahnya dan bisa merasakan langsung kehangatannya. Namun, tiada waktu yang tepat untuk semua itu.
            Malam harinya, ia meng-smsku dan memberitau bahwa besok ia akan pergi ke pantai untuk berendam bersama teman-temannya. Malam itu beda dari malam biasanya, aku tidak tau mengapa. Rasanya ada yang hilang, rasanya aka nada hal yang hampa tapi aku tak tau itu apa. Percakapan kami cukup singkat malam itu, sebelum tidur, ia mengucapkan beberapa kata yang akan selalu aku ingat selamanya. “Semoga mimpimu indah, aku akan mengabarimu besok bidadariku, aku sayang kamu”. Aku terkejut sekaligus senang dengn ucapannya itu dan akupun membalas “selamat tidur  juga pangeranku, aku juga menyayangimu”. Kata sayang yang saling kami uatrakan seakan membawaku ke mimpi indah.
            Keesokan harinya, aku menunggu dan terus menunggu kabar darinya. 6jam sudah aku menunggu namun tiada kabar, hingga akhirnya aku menerima pesan dari adik saudaraku. “Kak, kak Deva belum pulang daritadi pagi, semuanya lagi sibuk nyari dia di pantai kayaknya dia menghilang kak”. Shoot darrr!!! Pesan yang aku harapkan pesan bahagia darinya ternyata sebaliknya. Aku langsung bangun dari tempat tidurku dan mencari ayahku. “Ayah,,ayah” ucapku dengan nada gemetar. “Ayah,, coba telfon Ayahnya Deva, apa benar Deva dalam masalah?? Tadi Nina sms aku yah”, ayahku langsung sigap, mengambil handphone dan menelfon ayah Deva. Ayahku dan ayahnya sangatlah dekat, jadi, kami tidak malu-malu lagi mengatakan hubungan kami. Untungnya ayahku mengijinkan kami berdua.
            Tak ada yang menjawab, tak aktif. Aku linglung sendiri. Tanpa kusadari air mataku sudah menetes tak sanggup menahan kerisauanku. “Na, sebainya kita berangkat sekarang jga kerumah Deva”. Aku terkejut mendengar perkataan ayahku itu. Namun au tidak butuh waktu lama untuk menanggapinya. Aku langsung mengangguk dan mengikuti ayah serta ibuku kebmobil. Tanpa persiapan apapun kami langung berangkat dengan barang seperlunya. Mandipun aku tidak.
            Aku sudah mulai risau, tanganku mulai bergemetar, aku tak sanggup bicara. Aku hanya terdiam dan melamun di mobil, hanya air mataku saja yang masih aktif mengalir. Aku hanya memejamkan mata sambil berdoa. ‘Tuhan, aku mohon padamu, tolong jaga dia, lindungi dia, dan selamatkan dia apapun yang kini sedang terjadi padanya, tolong kembalikan dia dalam keadaan baik-baik saja tanpa kurang satu apapun’. Doaku terus terucap secara berulang-ulang.
            Ibuku terus memberiku semangat dan memegang tanganku, mengisyaratkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Namun aku tau, wajah ayah dan ibuku tidak bisa bohong, mereka juga memiliki kekahwatiran yang sama.
            Aku tiba dirumahnya. Jalanku sudah tidak stabil lagi, rasaya aku ingin roboh. Aku melihat banyak orang berdatangan dirumahnya,, ada apakah ini?? Mungkinkah??.. ahh tidak mungkin. Tidak mungkin!!. Aku berlari sekuat tenaga, masuk kerumahnya dan mendapati semua orang sedang menangis, aku melihat seseorang tertidur lelap bersama seorang wanita yang aku kenal berada disampingnya. Dan wanita itu ternyata adalah ibi Deva. Aku berjalan,berjalan perlahan air mataku menetes dan terus mengalir membasahi seluruh pipiku. Aku tak sanggup menahan beban tubuhku lagi. Aku jatuh. Tepat disamping ibunya Deva. Kini, aku bisa melihatnya, bisa merasakan menyamanannya. Namun sayang aku tidak bisa berbicara dengannya. Bibirnya sudah membeku, menjadi biru, matanya tertutup pulas tak bisa terbuka lagi. Badannya terasa kaku,ia ttak bernafas lagi. Ia tak bisa tersenyum lagi.
            Aku bergetar tanpa kusadari tanganku menyentuh tangannya, sambil berkata “Deva, aku sudah disini bangunlah,, kamu bilang ingin melihatku sekarang aku disini jadi bangunlah”. Namun hanya sia-sia, aku sudah berteiak namun ia tidak mendengar. Ayah Deva menghampiriku dan memelukku begitu juga ibu Deva. “Ia sangat menyayangimu Reina, dari kecil ia selalu ingin mengenalmu, lebih dekat dneganmu, namun baru sekarang ia berani mengatakannya, Ia sangat menyayangimu sampai-sampai setiap hari ia sealu menceritakan banyak hal tentangmu ke kami”. Ucapan ayah Deva membuat hatiku semakin tidak karoan. Aku hanya bisa terdiam dan terus terdiam tanpa bisa berkata lagi.
            Tepat dihari pemakamannya, aku datang dan ikut mengirinya ke peristirahatan terakhirnya. Di pemakaman semuanya menangis tak sanggup menahan sedih. Deva anak yang baik,ia selalu menjadi anak yang penurut dan sayang kepada adik-adiknya. Ia sangat menyukai hal-hal yang wangi. Kini, hanya tinggal aku yang berdiri dan terdiam bersamanya. Di tanah yang gersang ini. Jiwanya telah pergi, raganya ditinggal sendiri. Akulah yang ini ditinggal sendiri, bersama kenangan yang semua kita punya bersama, aku tidaj pernah melihatnya selama kami pacaran, itulah yang akan aku sesali seumur hidupku.
            Aku teringat dengan kata-kata terakhir yang ia ucapkan padaku. Dan akupun berkata dalam hatiku “Kini, dirimu telah bersama denganNYA,menyatu denganNYA,, dan kamu telah dijemput oleh bidadari surge dilangit yang kini, akan mewakilkanku untuk menjagamu disana”. Aku bangun, dan berjalan melewati tanah gersang itu. Dan… aku melihatnya berdiri tepat di hadapanku walaupun terlihat jauh. Ia sangat tampan dan manis, serta terlihat baik. Aku senang melihatnya dan aku tak ingin bangun dar ilusi ini. ia tersenyum padaku terus tersenyum,,, dan aku menyadari arti dari senyuman itu…. “aku akan selalu menjagamu Reina”.

“kami mungkin tidak lama menjalin kasih, kami mungkin tidak lama saling mengenal. Kami mungkin tidak pernah bertemu,,, namun, tuhan sudah memberikanku kesempatan. Kesempatan untuk mengenalnya. Mengenal kelembutan hatinya, kebaikan jiwanya. Akulah yang akan selalu mengenangnya. Mengingatnya disini dan selalu berdoa untuknya. Dan mencintainya…selamanya. Walaupun aku tau, aku tidak akan bisa bersamanya lagi. Namun aku yakin,ia menjagaku disana. Dan kelak jika ada seseorang yang akan menemaniku,, maka dia adalah titpan darinya. Atau bahkan… dia kembali,, walaupun bukan menjadi dirinya yang dulu.”
            
Ni Putu Risma Giri Dewani

           
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar